Porta Ilmu - Siapa yang tidak tahu apa itu televisi atau TV. TV bisa kita temukan dengan sangat mudah. Hampir di setiap rumah, atau bahkan kamar tidur ada TV yang bertengger di dalamnya. Melalui TV memang banyak manfaat yang bisa kita ambil. Kita bisa mendapatkan informasi dengan cepat melalui acara berita. Bisa menghibur diri dengan acara-acara hiburan dan TV tampir tidak pernah sepi selama 24 jam. Kapanpun kamu menyalakannya pasti ada siaran yang bisa ditonton (kecuali tidak ada sinyal atau TVmu rusak atau mungkin tidak punya TV).
Namun nyatanya dampak negatif dari TV itu
sendiri cukup banyak. Mungkin masih ada orang dan keluarga yang belum
benar-benar menyadari bahaya dari kotak yang berbentuk persegi tersebut. (ya
iyalah kotak itu persegi lol)
Mengutip dari tulisan Rahmat Petuguran dalam
web portalsemarang.com inilah tujuh keburukan yang dibawa TV.
1. Atasi Masalah dengan Belanja
Televisi adalah anak kandung industri.
Televisi dijaidkan sebagai juru kampanye yang digunakan para industriawan untuk
mempromosikan produk mereka.
Karena itulah, sebagian besar durasi televisi
adalah iklan. Dalam iklan, narasi paling sering yang ditunjukkan adalah:
masalah apapun bisa diatasi dengan belanja.
Anda gendut dan pengin langsung? Belilah
produk Jaco. Anda ingin kulit mulus bebas bulu? Belilah Veet. Anda pengin
kelihatan keren di depan pasangan? Beliliah motor.
2.
Kekerasan adalah Solusi Konflik
Film dan sinetron hampir selalu menempatkan si
jahat dengan si baik dalam sebuah konflik. Mereka membela kepentingan mereka
masing-masing.
Dalam ending, biasanya diperagakan konflik
fisik. Satu tokoh memukul tokoh lain, satu tokoh mmbunuh tokoh lain.
Di televisi, kekerasan dikemas sebagai
strategi untuk menyelesaikan masalah Penonton diajarkan bahwa kekerasan adalah
solusi jitu mengatasi konflik.
3. Realitas Serba Hitam Putih
Dalam kehidupan yang sebenarnya, seseorang
memiliki sisi baik dan sisi buruk sekaligus. Orang yang kuat adalah orang yang
bisa mengendalikan dirinya sendiri. Orang yang kuat bisa menekan nafsunya,
mengendalikan amarahnya.
Tapi di televisi, terjadi perekayasaan yang
menunjukkan bahwa seseroang yang jahat adalah seratus persen jahat. Sebaliknya,
orang yang baik adalah seratus persen baik.
Realitas yang dikonstruk televisi terkadang
serba hitam putih. Tidak ada kebaikan apa pun pada pribadi “jahat”. Tidak ada
niat buruk sekecil pun pada tokoh baik.
4. Ciuman, Pelukan, dan Bersetubuh
Ada begitu banyak adegan seks yang
dipertontonkan televisi. Acara music dipagi hari diisi oleh penyanyi dan
pembawa acara berpakaian seksi. Mereka bergoyang, memeprtontonkan paha dan
payudara seeneknya.
Dalam sinetron, adagean pelukan dan ciuman
dipertunjukan hampir setiap malam. Adegan itu dilakukan oleh remaja yang
beperan sebagai anak sekolah.
Adegan seksual juga masih banyak ditemui
televisi, meskip telah disensor. Adegan semacam ini, terutama bisa ditemui pada
film-film asing yang ditayangkan televisi nasional.
Adegan-adegan itu mengajarkan kepada anak-anak
Anda, bahwa pelampiasan seksual bisa dilakukan dengan seenaknya.
5. Diam, Tidur, Tidak Melakukan Apa-apa
Riset menunjukkan, aktivitas otak ketika
seseorang menonton televisi sangat rendah. Dibandingkan membaca atau membuat
kerajinan, menonton tidak memperlukan aktivitas berpikir.
Televisi mendidik penontonnya diam, tidur, dan
tidak melakukan apa-apa. Pikiran diam, tubuh juga diam. Penonton hanya seperti
benda padat yang teronggok begitu saja.
6. Pedulikan yang Jauh, Abaikan yang
Dekat
Penonton televisi bisa sangat peduli dengan
Angeline pada satu waktu. berkat televisi, kasus pembunuhan yang terjadi di
Bali itu seolah-oleh terjadi di rumah sebelah.
Pada saat yang sama, televisi menjauhkan
penonton dari realitas sekitar. Saat ia peduli dengan Angeline, dia justru abai
pada anak di gang sebelah yang terluka akibat berkelahi.
Penonton televisi bisa merasa dekat dengan
Presiden Joko Widodo. Jokowi terasa seperti tetangga sendiri. pada saat yang
sama, ia tidak kenal siap ketua RT di kompleknya.
7. Televisi Mendikte, Siapa Idola
Siapa Evil
Berita di televisi adalah hasil kreativitas
wartawan. Para wartawan menempatkan tokoh baik dan tokoh buruk. Televisi
mendikte penonton, mana tokoh yang harus diidolakan dan mana yang harus
dimusuhi.
Kondisi demikian amat riskan membuat penonton
jadi kelompok pasif yang terkendalikan. Penonton melakukan sesuatu sesuai
kehendak pengelola televisi.
Seorang kepala daerah yang suka memaki-maki,
bisa disajikan kepada penonton sebagai pahlawan karena diberitakan tegas,
berani, dan bersih. Padahal, dia adalah pemimpin daerah yang suka gusur PKL.
Pada saat yang sama, seorang ketua partai
Islam bisa jadi bahan olok-olokan karena pemberitaannya selalu nyinyir dan
negatif.
Dan penonton, nampaknya, ikut-ikutan saja.
Sumber : portalsemarang.com
Sumber : portalsemarang.com
0 komentar:
Posting Komentar