Rabu, 02 September 2015

Tujuh Keburukan Yang Dibawa Televisi





Porta Ilmu - Siapa yang tidak tahu apa itu televisi atau TV. TV bisa kita temukan dengan sangat mudah. Hampir di setiap rumah, atau bahkan kamar tidur ada TV yang bertengger di dalamnya. Melalui TV memang banyak manfaat yang bisa kita ambil. Kita bisa mendapatkan informasi dengan cepat melalui acara berita. Bisa menghibur diri dengan acara-acara hiburan dan TV tampir tidak pernah sepi selama 24 jam. Kapanpun kamu menyalakannya pasti ada siaran yang bisa ditonton (kecuali tidak ada sinyal atau TVmu rusak atau mungkin tidak punya TV).
Namun nyatanya dampak negatif dari TV itu sendiri cukup banyak. Mungkin masih ada orang dan keluarga yang belum benar-benar menyadari bahaya dari kotak yang berbentuk persegi tersebut. (ya iyalah kotak itu persegi lol)
Mengutip dari tulisan Rahmat Petuguran dalam web portalsemarang.com inilah tujuh keburukan yang dibawa TV.
1. Atasi Masalah dengan Belanja
Televisi adalah anak kandung industri. Televisi dijaidkan sebagai juru kampanye yang digunakan para industriawan untuk mempromosikan produk mereka.
Karena itulah, sebagian besar durasi televisi adalah iklan. Dalam iklan, narasi paling sering yang ditunjukkan adalah: masalah apapun bisa diatasi dengan belanja.
Anda gendut dan pengin langsung? Belilah produk Jaco. Anda ingin kulit mulus bebas bulu? Belilah Veet. Anda pengin kelihatan keren di depan pasangan? Beliliah motor.
 2. Kekerasan adalah Solusi Konflik
Film dan sinetron hampir selalu menempatkan si jahat dengan si baik dalam sebuah konflik. Mereka membela kepentingan mereka masing-masing.
Dalam ending, biasanya diperagakan konflik fisik. Satu tokoh memukul tokoh lain, satu tokoh mmbunuh tokoh lain.
Di televisi, kekerasan dikemas sebagai strategi untuk menyelesaikan masalah Penonton diajarkan bahwa kekerasan adalah solusi jitu mengatasi konflik.
 3. Realitas Serba Hitam Putih
Dalam kehidupan yang sebenarnya, seseorang memiliki sisi baik dan sisi buruk sekaligus. Orang yang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya sendiri. Orang yang kuat bisa menekan nafsunya, mengendalikan amarahnya.
Tapi di televisi, terjadi perekayasaan yang menunjukkan bahwa seseroang yang jahat adalah seratus persen jahat. Sebaliknya, orang yang baik adalah seratus persen baik.
Realitas yang dikonstruk televisi terkadang serba hitam putih. Tidak ada kebaikan apa pun pada pribadi “jahat”. Tidak ada niat buruk sekecil pun pada tokoh baik.
4. Ciuman, Pelukan, dan Bersetubuh
Ada begitu banyak adegan seks yang dipertontonkan televisi. Acara music dipagi hari diisi oleh penyanyi dan pembawa acara berpakaian seksi. Mereka bergoyang, memeprtontonkan paha dan payudara seeneknya.
Dalam sinetron, adagean pelukan dan ciuman dipertunjukan hampir setiap malam. Adegan itu dilakukan oleh remaja yang beperan sebagai anak sekolah.
Adegan seksual juga masih banyak ditemui televisi, meskip telah disensor. Adegan semacam ini, terutama bisa ditemui pada film-film asing yang ditayangkan televisi nasional.
Adegan-adegan itu mengajarkan kepada anak-anak Anda, bahwa pelampiasan seksual bisa dilakukan dengan seenaknya.
5. Diam, Tidur, Tidak Melakukan Apa-apa
Riset menunjukkan, aktivitas otak ketika seseorang menonton televisi sangat rendah. Dibandingkan membaca atau membuat kerajinan, menonton tidak memperlukan aktivitas berpikir.
Televisi mendidik penontonnya diam, tidur, dan tidak melakukan apa-apa. Pikiran diam, tubuh juga diam. Penonton hanya seperti benda padat yang teronggok begitu saja.
 6. Pedulikan yang Jauh, Abaikan yang Dekat
Penonton televisi bisa sangat peduli dengan Angeline pada satu waktu. berkat televisi, kasus pembunuhan yang terjadi di Bali itu seolah-oleh terjadi di rumah sebelah.
Pada saat yang sama, televisi menjauhkan penonton dari realitas sekitar. Saat ia peduli dengan Angeline, dia justru abai pada anak di gang sebelah yang terluka akibat berkelahi.
Penonton televisi bisa merasa dekat dengan Presiden Joko Widodo. Jokowi terasa seperti tetangga sendiri. pada saat yang sama, ia tidak kenal siap ketua RT di kompleknya.
 7. Televisi Mendikte, Siapa Idola Siapa Evil
Berita di televisi adalah hasil kreativitas wartawan. Para wartawan menempatkan tokoh baik dan tokoh buruk. Televisi mendikte penonton, mana tokoh yang harus diidolakan dan mana yang harus dimusuhi.
Kondisi demikian amat riskan membuat penonton jadi kelompok pasif yang terkendalikan. Penonton melakukan sesuatu sesuai kehendak pengelola televisi.
Seorang kepala daerah yang suka memaki-maki, bisa disajikan kepada penonton sebagai pahlawan karena diberitakan tegas, berani, dan bersih. Padahal, dia adalah pemimpin daerah yang suka gusur PKL.
Pada saat yang sama, seorang ketua partai Islam bisa jadi bahan olok-olokan karena pemberitaannya selalu nyinyir dan negatif.
Dan penonton, nampaknya, ikut-ikutan saja.

Sumber : portalsemarang.com

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com